Selasa, 26 Oktober 2010

Nafsu Birahi Adik Ipar

Ringkasan ini tidak tersedia. Harap klik di sini untuk melihat postingan.

Cerita Sex ASTAGA…kejadian deh

Ringkasan ini tidak tersedia. Harap klik di sini untuk melihat postingan.

Cerita dewasa sedarah – Adek Cewek yang Sexy 6: Sex at School


Cerita dewasa sedarah – Adek Cewek yang Sexy 6: Sex at School, Kubelokkan mobilku masuk ke halaman parkir gedung tua itu. Entah kenapa bibirku seolah memaksaku untuk tersenyum lebar. Tapi, sesaat kemudian aku tersadar… Terlalu banyak kenangan manis yang disimpan gedung ini.

“… Kangen ya sama sekolah ini.”

Aku mengangguk dan tersenyum pada Cherry yang duduk di sebelahku, seolah dia mengerti apa yang aku pikirkan. Aku yakin sahabatku ini juga memikirkan hal yang sama. Bagaimana pun kami menghabiskan 12 tahun masa SD hingga SMA di sekolah yang sama.
Cherry dan aku datang bersama ke bekas sekolah kami hari itu karena keperluan kami masing-masing; Cherry harus melatih anak-anak The Foxes (grup modern dance sekolahku) yang akan tampil di kejuaraan dance akhir tahun, sementara aku datang untuk menemani Vany, adikku, menonton sparring tim basket putri SMP. Cerita dewasa terbaru dan terlengkap hanya ada di sexceritadewasa.com.

“Lu latian sampe jam berapa?” tanyaku pada Cherry sambil keluar dari mobil.
“Jam… 4an gitu lah…” katanya sambil melirik arloji. “Kan latian mulai jam 2. Basket sampe jam berapa?”
“Mungkin sekitar jam 3… Gapapa ntar pulang bareng aja,” jawabku.
“Hah? Terus sejam…? OOHH!! DASAR LU!” ujar Cherry sambil tertawa dan memukul lenganku.
“Hahahaha… Udah lama tau ga di sekolah,” jawabku sambil nyengir.
“Ih… Mesum dasar. Belom pernah kan ya sama Vany di sekolah? Dulu sama gue terus kan lu… Hehehe,” kata Cherry.
“Hehehe makanya…”

Menonton sparring basket memang bukanlah satu-satunya tujuanku datang ke sekolah ini. Aku ingin ML dengan Vany di gedung sekolah ini! Aku ingin mengenalkan perasaan seru dan deg-degannya ML bukan di rumah pada adikku.

“Eh tapi lu jangan terlalu nafsu lah… Kasian dia lagi hamil gede gitu masih lu hajar juga…” kata Cherry perlahan saat kami berjalan masuk.
“Iyaa… Lagian dianya yang tambah nafsu tau,” kataku membela diri. Cherry nyengir.
“Iya sih katanya emang cewek hamil jadi tambah nafsu…”

Ya, Vany, adikku yang berusia 15 tahun, memang sedang hamil. Vany mengandung anakku, kakaknya sendiri, dan sekarang kandungannya sudah mencapai bulan kelima. Sejak bulan Juni yang lalu hubunganku dengannya memang bergeser jauh dari selayaknya hubungan kakak-adik; mulai dari saling menyentuh tubuh satu sama lain, hingga akhirnya kami ML berkali-kali sebelum aku pindah untuk kuliah di Singapore, dan akhirnya Vany hamil (baca episode 5).
Dan entah kenapa, menurutku Vany (yang pada dasarnya sudah sangat seksi untuk anak seusianya) menjadi jauh lebih seksi saat ia hamil. Perutnya yang buncit dan mulus selalu merangsangku, dan dadanya yang luar biasa montok dan besar (34DD sekarang) bisa mengeluarkan susu yang manis sekarang. Selain itu vaginanya menjadi lebih sempit dan hangat di bagian dalam, di samping pantatnya yang menjadi semakin montok dan padat. Sungguh luar biasa!

“Hus! Tuh kan udah ngebayangin… Dasarrrr!” bisik Cherry sambil mencolek bagian tengah celanaku yang sudah mulai menonjol. “Lu ngapain sama dia tadi pagi?”

Tadi pagi setelah aku puas meremas dan menyedot susu dari dadanya yang montok, akhirnya Vany men-titf*ckku dengan nikmat hingga aku meledakkan spermaku banyak-banyak di wajahnya. Untung ia tidak telambat sampai di sekolah.
“Duh… Susah dijelaskan dengan kata-kata, Cher…” jawabku. Cherry menggelengkan kepalanya sambil nyengir.

Aku dan Cherry berjalan memasuki gedung SMA sekolah kami. Saat itu jam pulang sekolah, sehingga situasi sangat ramai. Setelah menyapa beberapa adik kelas yang mengenal kami, Cherry bergegas ke arah tangga yang akan membawanya ke ruang latihan tari.

“Oke sampe ketemu ntar sore! Inget Dit jangan terlalu nafsu!” ujar Cherry mengatasi keributan suara anak-anak. Aku melotot memperingatkan, tapi sahabatku ini nyengir nakal, menjulurkan lidah, dan berjalan menjauh ke arah tangga. Aku menggelengkan kepala sambil memperhatikannya pergi… Eh? Sepertinya ada yang berbeda dari Cherry.

Menyadari aku masih terpaku menatapnya, sahabatku menoleh.
“Hus! Jangan melototin pantat gue terang-terangan gitu ah…” katanya perlahan sambil kembali berjalan mendekat. Aku tertawa.
“Haha… Nggak lah… Lu… Agak lain deh,” kataku jujur.
“Hm? Lain apanya?”
“Gatau… Lu tambah berat ya?” tanyaku. Cherry mengernyit.
“Eehh kurang ajar ya…!” jawabnya gengsi. Tapi kemudian ia tersenyum… Penuh arti.
“Koq senyum gitu?”
“Emang ga boleh? Eh udalah gue udah mau telat ini!” ujarnya sambil melirik arloji lagi. Aku nyengir dan meremas pantat sahabatku yang super montok.
“Yaya… Sampe ketemu ntar sore…”
“Eh nakal ya tangannya!” bisiknya sambil berbalik dan berlari menaiki tangga, memamerkan pantatnya yang bulat dan besar di balik celana trainingnya yang merah terang.
Aku tersenyum saat memandangnya pergi… Tapi sungguh, sepertinya ada yang lain dari Cherry. Hmm… Tak apalah.

Aku berjalan perlahan ke arah gedung olahraga sekolahku. Aku bisa mendengar suara decit sepatu para pemain dan sorakan penonton, juga suara debam bola basket yang didribble oleh para pemain. Pertandingan sudah dimulai rupanya. Gedung olahraga⎯saat sedang dilangsungkan pertandingan di dalamnya⎯ selalu terasa panas dan memberi ketegangan tersendiri saat dimasuki, begitu pula saat ini.

Masuk, aku menoleh ke kanan dan kiri, mencari Vany… Tidak sulit. Selain karena perut buncitnya yang menyembul di balik kemeja putih seragam SMPnya, jumlah penontonnya sedikit, dan Vany ternyata duduk di dekat bangku cadangan tim sekolahku. Aku tersenyum. Tentu saja, Vany adalah kapten tim basket putri SMP sebelum ia hamil.

Raut muka adikku terlihat sangat serius memperhatikan pertandingan. Aku menoleh ke papan skor; quarter pertama, 12-10 untuk sekolahku. Ketat. Aku berjalan mendekat ke arah Vany. Vany begitu berkonsentrasi pada pertandingan hingga tidak menyadari saat aku duduk di sebelahnya. Aku melambai pada Tasya (panggilan dari Natasha), adik Grace mantan pacarku dan salah satu sahabat terbaik adikku, yang menyenggol lengan Vany dan mengangguk ke arahku sambil tersenyum. Vany tersadar dan menoleh.

“Eehh Kak… Aku ga nyadar Kakak dateng!” ujarnya riang sambil nyengir.
“Hahaha gapapa… Kamu serius banget ngeliatin anak-anak,” kataku.
“Iya… Musuhnya jadi jago nih,” jawabnya serius, kembali melihat ke lapangan. Saat itu seorang pemain sekolah lain memblok passing tim sekolahku dan menyetak angka 3 points. Vany merengut.
“Passingnya.. Aduh… JESSICA KONSEN!!!” Vany meneriaki seorang pemain sekolah kami yang tidak kukenal. Jessica mengacungkan jempol ke arah kaptennya, tampak gugup.
“Ini pertama kali dia main dari awal sih…” kata Tasya di sebelah Vany.
“Point Guard ya dia?” tanyaku pada Vany sambil mengamati Jessica, cewek mungil, kira-kira setinggi adikku, dengan rambut dikuncir ekor kuda. Adikku mengangguk. “Dia yang gantiin aku jadi point guard. Kelas satu.”
“Erika mana?” tanyaku lagi. Aku kenal Erika; point guard cadangan Vany, kelas 2.
“Keseleo kemaren pas latian,” jawab Tasya.
“… Padahal kalo pas latian keliatan gesit banget loh si Jessica ini,” kata Vany. Natasha mengangguk, membetulkan kacamatanya.
“Gesitnya sih sama kayak lu, Van, tapi sering ga konsen… Terus belon begitu berani maennya. Ya masih kelas satu sih… Ntar juga jadi jago,” katanya. Vany mengangguk setuju. Aku pun menyadari bahwa Jessica bergerak sangat gesit, hanya ⎯ tidak seperti Vany ⎯ operannya masih sering meleset dan mudah dibaca lawan.

Aku mengenal beberapa pemain basket tim putri SMP karena mereka adalah teman-teman adikku. Agnes sang Center bertubuh tinggi besar baru saja mencetak angka. Kedudukan sekarang 14-13. Aku nyengir menikmati pertandingan ini. Sudah lama aku tidak menonton pertandingan basket seperti ini. Kulirik Vany yang duduk tegang di sebelahku… Sepertinya ia sudah lupa bahwa ia sedang hamil 5 bulan.
“Van, santai dikit… Inget kamu lagi hamil ga boleh tegang-tegang,” kataku pelan padanya. Vany tersadar dan nyengir, mengelus lenganku dengan sayang dan mulai duduk bersandar ke tembok.
“Hehehe iya kalo udah seru nonton basket gini suka lupa,” katanya sambil mengelus-elus perutnya yang buncit. Aku merasa penisku mulai tegang, entah kenapa.

Terdiam, menonton lagi. Aku memperhatikan adikku… Kemejanya terlihat sangat sempit menahan dua tonjolan montok dadanya, ditambah dengan perutnya yang buncit menggiurkan. Aku melihat pundaknya… Hm? Biru muda?
“Van, kamu pake BH biru muda ya…” bisikku perlahan. Vany memukul lenganku sambil tertawa.
“Koq liat sih? Emang keliatan dari balik baju?” bisiknya balik. Aku mengangguk, nyengir.
“Yang tadi pagi putih basah ya…”
“Kena susu sama sperma! Kakak sih!” desis Vany sambil mencubit lenganku. Aku tertawa.
“Kamu seksi, Van…”
“Hus! Kak…”

* * *

“Tapi bagaimana pun emang hebat kan anak-anak…”
“Iya sih… Cuma maennya bikin deg-degan tipis- tipis gitu,”

Aku dan Vany sedang berjalan perlahan menyusuri koridor dari gedung olahraga menuju ke gedung utama sekolah kami. Pertandingan sudah berakhir, dimenangi oleh SMP ku dengan skor tipis 38-34. Vany agak bersungut-sungut dengan hasil ini, karena saat ia bermain dulu SMP kami pernah membantai mereka 60-8. Benar-benar tidak diberi kesempatan.

“Udalah, Vann… Jangan bete gitu donk,” ujarku menghiburnya.
“Hmm… Coba aku maen,” katanya. Tiba-tiba ia geli sendiri dengan perkataannya dan terkikik. “Ga mungkin ya… Hihihi…”
“Dasar…” kataku. Vany menggamit lenganku dan menyenderkan dirinya padaku dengan sayang. Kami berjalan dalam diam perlahan menyusuri koridor sekolah, menuju ke lantai empat, ke tempat Cherry latihan dance.
Sambil berjalan, Vany membelai-belai perutnya yang buncit; sungguh entah kenapa setiap kali aku melihatnya melakukan itu ada rangsangan sangat besar yang menyerangku. Sembunyi-sembunyi aku membetulkan penisku yang tegang di balik celana jeansku.

“Kita pulang sekarang?” tanya adikku setelah beberapa lama. Aku menggeleng.
“Nggak… Nunggu Cherry kelar latian MD,” jawabku. Vany melirik arlojinya.
“Jam?”
“Empat…”
“Loh ini baru jam 3 kurang… Kita ngapain sejam?” tanyanya, polos.

Ketika itu kami telah sampai di depan kelas kosong di ujung koridor lantai empat yang dulu sering aku pakai bersama Cherry sebagai tempat kami ML sepulang sekolah. Saat itu Vany sepertinya mengerti, menatapku yang nyengir sambil menatapnya dengan tatapan meminta. Vany menggelengkan kepala.

“Dasar mesumm…” bisiknya. Tapi ia menggandengku masuk ke kelas itu. Aku menutup pintu di belakangku perlahan. Kelas ini tak memiliki jendela ke arah dalam, hanya ke arah luar, itu pun agak tinggi di atas, karena ruang ini sebenarnya adalah bekas gudang yang diubah menjadi kelas. Dan karena terletak di ujung koridor dan agak jauh dari kelas-kelas yang lain, maka mendesah sekencang apa pun akan agak susah terdengar.

“Emang gapapa, Kak di sini? Kalo ketauan orang gimana?” tanyanya. Aku merangkul adikku.
“Gapapa… Aman koq. Kakak udah pake kelas ini sejak kelas 3 SMP,” jawabku. Vany terbahak dan memukul lenganku.
“Sama Cherry apa Grace?”
“Pernah dua-duanya,” jawabku tenang. Vany tertawa lagi.
“Lebih sering sama Cherry kan pasti…” bisiknya. Aku tertawa dan mengangguk.
“Cherry lebih heboh,” kataku bercanda.
“Tapi Tasya pernah bilang katanya dulu pas Kakak ML di rumahnya, heboh banget MLnya sama Grace,” kata Vany. Aku terkejut.
“Natasha juga suka intipin Kakak sama Grace??? Astagah kalian!” ujarku. Vany terbahak-bahak.
“Kita pengen tau lah, Kaaak…” jawabnya manja. “Ah si Tasya enak tuh udah bibirnya sama seksinya sama Grace, diajarin langsung lagi. Aku kan cuma belajar dari ngintip doank.”
“Kamu juga udah hebat koq tapi, Van…” kataku. Vany nyengir.
“Kakak yakin ini aman?” tanyanya sekali lagi. Aku mengangguk, meyakinkannya.

Vany tersenyum, berjalan ke arah deretan meja yang ada di tengah ruangan, dan menyenderkan dirinya ke salah satu meja. Posenya seksi sekali; kedua tangannya bertumpu ke meja, tersenyum manis sekali padaku. Aku berjalan perlahan ke arahnya, mendekatkan wajahku hingga berjarak sangat dekat dengan wajahnya. Aku bisa merasakan nafasnya yang agak tegang.

“Kakak tuh… Nafsunya gede banget deh…” bisiknya. Ia membelai wajahku lembut. Kami berciuman, lembut tapi penuh nafsu. Lidah kami saling berbelit, berdecak memenuhi ruangan itu.

Perlahan, jemariku mulai merayap naik, meremas kedua dada adikku yang montok dan penuh susu, menggosok dan memainkannya dengan nikmat. Aku merasakan desahan mungil keluar dari mulut Vany, menikmati remasan dan rangsanganku pada dadanya.

“Mmh… Kak…” desahnya. Tangannya yang mungil merogoh selangkanganku, mengelus tonjolan keras di baliknya. “Gede banget…”
“Kamu itu yang gede banget…” bisikku, terus menciumi leher kurus adikku sambil meremas dadanya dengan lembut, beberapa kali mengelus perut buncitnya yang keras. Vany menggelinjang tiap kali aku menyentuh titik-titik tertentu yang merangsangnya; benar, adikku ini lebih mudah terangsang saat ia hamil. Apa semua wanita hamil memang seperti itu?

Aku menegakkan badanku sedikit. Vany telah terduduk di atas salah satu meja, sedikit terengah. Tangan kirinya menopang perutnya yang buncit. Saat itu aku melihat bercak basah pada kemeja putih adikku, tepat pada bagian puting susunya. Aku nyengir nakal.

“Van… Kamu baru digituin masa udah keluar susunya?” tanyaku menggodanya.
“Aaa… Kakak kan ngeremesnya heboh… Gimana ga keluar,” jawab Vany sedikit malu. Aku tersenyum, membuka kancing kemejanya perlahan. Benar saja, BH biru muda yang dikenakannya telah basah oleh susu.
“Hmmmhhh… Vannnyy… Kamu seksi banget, sayang…” kataku. Kubenamkan wajahku pada belahan dadanya yang 34 DD itu. Empuk dan lembut sekali. Aku merogoh ke belakang punggungnya, membuka kancing dan melepas BH adikku.

Aku mundur dan terdiam sebentar. Tak pernah aku habis pikir bagaimana adikku bisa memiliki payudara sebagus dan sebesar ini; putih mulus tanpa cacat sedikit pun, montok dan sungguh bulat menantang. Putingnya coklat kemerahan pun telah sangat tegang. Sekali lagi, aku membenamkan wajahku dalam keempukannya.

“Aah… Kak… Jangan buru-buru donk…” desahnya perlahan. Kumainkan kedua putingnya perlahan-lahan dengan telunjukku, membuatnya semakin kegilaan. Air susu sesekali menyemprot dan mengalir dari putingnya. Kuremas dada adikku kencang-kencang sekali lagi hingga susunya benar-benar menyemprot keluar. Vany menggelinjang dan mendesah setiap kalinya.
“Van… Kamu makhluk paling seksi yang pernah kakak kenal,” bisikku. Vany tersenyum dan membelai rambutku, mengecup keningku. Ku sedot putingnya bergantian, meminum susunya dengan nikmat, sementara tanganku membelai perut hamilnya yang mulus. Penisku terasa berdenyut-denyut, minta dibebaskan dari bekapan celana dalam yang sempit.

“Mmhh.. Nnhh.. Kaa… K… Jangan nafsu-nafsu minumnya… Ooh…” desah Vany. Lidahku memainkan kedua putingnya, memelintirnya dan menyedot setiap tetes yang keluar dari dalamnya. Rupanya Vany tidak tahan dibegitukan.
“Kakk… Kakk… Mmnnnhhh!!!!! Mmmhh!!!”

Sejumlah besar susu menyemprot ke dalam mulutku. Aku tahu Vany telah mencapai klimaksnya yang pertama. Tanganku bergerak pelahan mengelus perutnya dan merogoh ke selangkangannya… Benar saja; celana dalamnya telah basah kuyup.

“Ohh… K… Kakk…” desah adikku terbata. Aku mengecup bibirnya.
“Lanjut ya, sayang?” kataku. Vany mengangguk, tersenyum.

Ciumanku bergerak dari bibir ke rahang dan leher adikku, ke kedua dadanya yang super besar dan lembut, hingga ke atas perutnya yang buncit. Kubelai lembut perut adikku, mengecupnya sekali lagi dengan sayang.

“Mmh… Perut kamu gede tapi bagus banget, Van…” kataku. Vany tertawa.
“Kakak demen banget ya sama perutku? Padahal buncit gitu,” katanya imut.
“Seksi tau…” jawabku sungguh-sungguh. Vany nyengir.
“Sini, Kak… Gantian!” Vany turun dari meja dan perlahan berlutut di depanku.

Ia membuka kancing dan retsleting celana jeansku, membiarkannya jatuh ke lantai. Penisku yang tegang langsung menyembul keluar dari balik celana dalamku, mengacung tepat ke wajah adikku. Tanpa aba-aba, Vany langsung menyedotnya dengan bersemangat.
“Oohh Vann… Astagah.. Pelan-pelann…”
“Mm… Cp… Kakak dabi juga… Mmmhh.. Ga belan-belan… Mmmm… (Kakak tadi juga ga pelan-pelan)” jawabnya dengan mulut penuh. Kepalanya bergerak maju-mundur mengulum penisku. Lidahnya bergerak liar menjelajah bagian bawah penisku. Enak sekali.
“Mmmnnhh… Aahh.. Vann… Vanny…” desahku.

Vany melepaskan penisku dari mulutnya, membiarkannya jatuh di atas dadanya yang luar biasa montok dan bulat. Ia mengangkat dadanya dengan kedua belah tangannya dan mulai menjepit penisku di antara keduanya. Adikku ini memang spesialis titf*ck. Belum pernah ada cewek lain yang seenak Vany melakukannya.
“Oohh.. Nnghh… Vann… Kamu emang paling enak…” erangku keenakan. Vany nyengir sambil terus menggerakkan dadanya naik-turun, meremas dan memijat penisku dalam keempukan dadanya. Rasanya aku memang tak dapat bertahan lama dibeginikan.
“Kalo diginiin gimana, Kak?” goda Vany.
Tangan kiri Vany menekankan perutnya yang buncit ke atas, sementara tangan kanannya memegang dadanya dan menjepitkannya lebih erat membungkus penisku. Ini luar biasa; sensasi lembut dan keras perut hamilnya dipadu dengan empuknya dada adikku yang luar biasa besar. Tanpa sadar aku menggerakkan pinggulku maju-mundur, menggosokkan penisku semakin cepat. Aku tak tahan.
“Nggghhh!! V… Vaan… VannnnNN!!!”

Crott… Crrroootttt…. Cccroottt… Spermaku seolah tak mau berhenti meledak, melumuri wajah imut adikku dengan cairan kental putih, mengalir turun membasahi dada dan perutnya juga. Aku merosot bersandar pada meja di belakangku.
“Mmm… Kakak selalu ga tahan kalo digituin,” kata Vany seraya menjilat sisa sperma di sekitar mulutnya. Ia kembali duduk di atas meja, dan dengan ekspresi polos Vany mengusap dan meratakan cairan kental yang melumuri perut dan dadanya yang montok itu, seolah spermaku sejenis krim; pemandangan yang membuat penisku tak menjadi lemas sedikit pun.

Aku berdiri perlahan, melumat bibir adikku dengan nafsu, mendorongnya hingga terlentang di atas meja. Vany tersenyum.

“Ayo, Kak… Langsung aja…” pintanya lembut. Aku tersenyum dan menurutinya.

Kubuka kancing rok SMP adikku, membukanya dan membiarkannya merosot ke lantai batu. Perlahan, aku menarik celana dalamnya yang basah kuyup dan melepasnya. Vany mengangkat kedua pahanya yang montok dan mengangkang lebar-lebar di depanku. Aku meletakkan penisku di bibir vaginanya yang tembem dan mulus dengan bulu yang sangat halus. Perlahan, kumasukkan kepala penisku yang merah padam ke dalamnya. Vany menggrunjal sedikit.

“Mmhh… Kakk…” desahnya, menggeliat merasakan batang penis kakaknya perlahan-lahan memasuki vaginanya yang sempit dan hangat hingga mentok.

Tanpa menunggu lagi, aku segera menghujam-hujamkan penisku ke dalam tubuh Vany. Adikku menggeliat, mendesah, mengerang keenakan setiap kali penisku bergerak masuk, semakin lama semakin cepat.
“Ohh… Nnhhh… Vann.. Vann… Vanny…” kataku berulang-ulang. Vaginanya yang becek dan lembut benar-benar nikmat membungkus penisku.
“Ahh.. Aaahh… Ahhh Kakk.. Nnggghh!!” Vany mengerang, satu tangan mencengkeram pundakku, yang lain mengelus perutnya yang buncit.

Kuremas dadanya kuat-kuat hingga susunya menyemprot, kumainkan puting kirinya yang sensitif dengan jemariku, membuat Vany memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya menahan rangsangan.
“Oohh.. Kakk.. Kak aku ga bosen bosen digituin.. Ahhh…” desahnya. Keringat membanjiri tubuh kami. Gerakan pinggulku semakin cepat menghujam vaginanya. Nafas kami memburu. Penisku berdenyut-denyut, menghantam-hantam mulut rahimnya yang sedang mengandung anakku.
“Aaahh.. NNhhh!! Ooh Kakk.. Kakak… Mmmnhh!! Aaahh…” Vany menggeletar, badannya semakin menegang. Ia mengapitkan kedua kakinya ke pinggangku. Vaginanya mengencang, menjepit penisku lebih kuat lagi. Aku tahu Vany sudah tak tahan.
“Van… Vann tunggu bentar Kakak juga.. Nnggghh juga udah mau keluarr…”
“Ga ku.. kuattt… Kaaaakk… KKkk… Aaaahhh…!!!”

Vany orgasme dan squirting berkali-kali kencang sekali hingga aku harus mencabut penisku dari vaginanya. Tubuh mungil adikku gemetar hebat sekali setelah itu, tapi aku benar-benar belum puas menikmatinya; padahal tadi sudah tinggal sedikit lagi aku mencapai klimaksku juga. Tanpa menunggu lama, aku segera memasukkan lagi penisku ke dalam vaginanya, dan kembali menggenjot adikku dengan nafsu.

“Aahh.. Hhh.. Kakk.. Kakkk nafs.. nafssuu banget de…hhhH!.. Aaahh pelan-pelan kakk..” desah Vany tak karuan. Tangannya mencengkeram tepi meja, susu menyemprot dari putingnya, dadanya yang super besar dan perutnya yang buncit berguncang-guncang seirama tusukan penisku.

“Mnnhh.. Vann.. Vanny kuarin jurus kamu donk… Nngghh…” pintaku.
Vany mengangguk, wajahnya menegang, berkonsentrasi, dan sebentar kemudian serangan itu datang! Penisku serasa seperti diserang bergelombang-gelombang pijatan bertubi-tubi. Ini dia yang kutunggu.
“Oohh… Vaann.. Vannyy!!! VANNN!!!”

Aku meledakkan spermaku berkali-kali ke dalam rahimnya. Nikmatnya tak dapat kulukiskan dengan kata-kata. Aku memejamkan mata, menahan nafas, membiarkan spermaku terus keluar hingga bulir terakhirnya di dalam tubuh Vany.

Kucabut penisku, dan segera terlihat cairan putih kental yang mengalir perlahan dari dalam vagina adikku, melumuri anus dan menetes ke meja. Aku merosot, tersengal mengatur nafas, duduk bersandar pada meja di belakangku. Penisku ngilu rasanya, tapi seperti biasanya, belum menunjukkan tanda-tanda melemas setelah dua kali keluar. Tubuhku tak pernah puas menikmati Vany.

Saat itu Vany turun dari meja, menegakkan dirinya, dan berjongkok persis di depanku. Vaginanya yang basah kuyup, masih meneteskan spermaku, berada beberapa senti di atas kepala penisku.
“Lagi, Kak… Aku belom puas… Tanggung jawab…” perintah Vany sambil mendekatkan wajahnya padaku. Aku tersenyum, melumat bibir mungilnya lembut. Tanganku merogoh ke pantatnya yang montok, membimbingnya turun.

Vaginanya membungkus penisku erat saat Vany menurunkan pinggulnya perlahan. Hangat dan lembut sekali rasanya. Vany mulai bergerak naik-turun perlahan; perutnya yang buncit dan mulus menggesek perutku setiap kalinya.
“Nnhh.. Mmhh… Vannn.. Enak banget.. Mmhh…” desahku.

Vany menikmati sekali posisi ini. Ia memejamkan mata, menggigit bibirnya. Tanganku bergerak, meremas-remas pantatnya yang montok dan padat sambil membantunya bergerak naik-turun. Dada Vany yang besar menekan dadaku, membuat susunya mengalir keluar dan membasahiku. Kucium, kujilat leher adikku dengan nafsu.

“Aaahh.. Kakkk… Kenapa posisi ini enak.. Bangett sihh… Nnhhhh” desahnya. Ia mencium pundak dan leherku, tangannya mencengkeram erat punggung kakaknya.

Aku mempercepat genjotanku ke dalam vaginanya. Vany mengerang, menekankan kepalanya ke pundakku.
“Kakk… Kakak… Nnnnnhhh…”
“Mau keluar, Yang??”
Vany mengangguk liar, memelukku semakin erat. Aku dapat merasakan vaginanya menyempit, menjepit penisku kencang-kencang. Aku menusukkan penisku lebih cepat dan kuat. Vany menggelengkan kepalanya.
“Mmmmmmmmnn… Nnnnn… NNNHHaaaaaHH!!!”
Dengan lenguhan panjang Vany orgasme untuk ketiga kalinya siang ini. Aku dapat merasakan cairan vaginanya yang dingin meledak keluar, menyiram penis dan pahaku. Susunya pun menyemprot banyak membasahi dadaku.

Kucabut penisku dari vaginanya dan mengarahkannya ke dalam anus adikku. Vany menjerit kecil ketika penisku menerobos anusnya yang luar biasa sempit dan mulai menghujam dengan kuat ke dalamnya. Ini enak sekali. Aku merosot hingga tiduran di lantai, sementara Vany terduduk di atasku, bergerak sesuai irama genjotanku. Dadanya berguncang-guncang menggiurkan.

“Aaahh… Ahh Kakk.. Nnhhh… Kakk… Mmhh..” desah Vany sambil mengelus perutnya. Tangan kirinya meremas dan memainkan dadanya sendiri, menyemprot-nyemprotkan susu keluar. Kucengkeram pantat Vany. Anusnya sangat ketat menjepit penisku, membuatku tak bertahan lama.

“Van.. Ohh.. Hhh.. Hhh… Vannn Kakak mau keluarr…”
“Kak… Kakk… Kakk.. Nnhh Nnhhh… Akuu jugga… MMmmhhhHH…”
“Nngghh.. Vann.. Vannyy… Vannyyy!!! VANNNY!!”

Aku mengerang, tapi Vany ternyata telah mencapai puncaknya terlebih dahulu. Ia menjerit kencang dan squirting kuat-kuat membasahi pinggang dan pahaku, anusnya menyempit lagi. Sedetik kemudian aku orgasme, meledakkan spermaku banyak-banyak ke dalam anus adikku.

Vany roboh ke atasku, terengah, tersengal. Tubuh kami bersimbah keringat. Penisku yang telah lemas kucabut dari anusnya, membuat spermaku meleleh keluar dari dalamnya. Vany berguling turun dan duduk bersandar ke meja di sebelahku, matanya terpejam; dadanya bergerak naik-turun, berusaha mengatur nafas.

“Hh.. Thanks Van…” bisikku setelah beberapa lama.
Vany mengangguk lemah, lelah.
“Sama-sama…” katanya.

Kami terdiam. Aku mendudukkan diri, melirik arloji, jam 4.15… Harusnya Cherry sudah selesai. Aku menoleh ke adikku, perlahan aku meraba dadanya yang besar. Kudekatkan mulutku ke putingnya dan mulai menyedot susu yang manis dari dalamnya. Vany nyengir dan mendengus tertawa.

“Kak… Belum capek apa? Ntar aku jadi terangsang lagi loh…” katanya lembut. Ia membelai rambutku.
“Mmm… Cuma mau minum koq, Yang…” bisikku. Vany tersenyum. Tanganku mengelus perutnya, mulus sekali, enak sekali.

Saat itu tiba-tiba aku mendengar suara pintu dibuka perlahan. Hatiku mencelos. Aku menatap Vany, melihat ketakutan dan keterkejutan yang sama di mata adikku. Kami membeku di tempat. Panik. Tak akan sempat kami memakai pakaian kami. Langkah kaki perlahan mendekat, semakin jelas.

“Astagah Diitt… Udah gue duga lu bakal di sini!!”

Aku hampir pingsan karena lega. Cherry, sahabatku, berkeringat dan terlihat lelah tapi senang, berdiri bertolak pinggang di hadapanku dan Vany.

“Duh Cher… Lu bikin gw jantungan,” ujarku lega. Vany telah tertawa terbahak-bahak di sebelahku.
“Lagian lu kacau sih… Hai, Van!” kata Cherry geli. Ia melambai ke arah Vany, yang segera berdiri dan memeluk Cherry erat.
“Apa kabar, Cher??” ujar Vany riang.
“Baik banget… Wah kamu udah gede banget!” kata Cherry sambil menatap perut adikku. Vany tertawa.
“Iya donk udah 5 bulan… Salahin dia nih!” ujarnya sambil menunjukku. Cherry tertawa, membelai perut buncit Vany dengan lembut. Heran, koq bisa ga canggung sama sekali sih?
“Yang ini juga gede banget, Van… Bagi-bagi donk!” ujar Cherry sambil meremas dada Vany yang memang super besar.
“Eehh!! Cherry!!” seru Vany sambil tertawa dan menghindar.
“Heh.. Udah-udah ayo pulang,” kataku sambil memakai celana dan kaosku lagi. Vany mengambil sehelai kaos dan celana pendek dari tasnya dan mengenakannya perlahan.

Kami bertiga berjalan ke arah tempat parkir. Tiba-tiba Vany nyeletuk.
“Cher, kamu… Agak beda deh,”
“Hm? Beda gimana?”
“Ya kan Cher! Emang gw ngerasa agak ada yang lain dari lu…” ujarku setuju. Vany mengangguk. Rupanya Vany juga melihat ada sesuatu yang aneh dari Cherry.
Anehnya, sekali lagi Cherry hanya tersenyum simpul penuh arti.

* * *

Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Terminal 2 Keberangkatan
Sabtu, 3 Januari 2009 – 15.00 WIB.

“Sampe ketemu, Ma…”
“Ya… Ati-ati ya… Jaga adikmu baik-baik. Bulan depan Mami-Papi kesana.”

Ayah-Ibuku memeluk dan mencium kedua anaknya. Hari ini aku, Vany, dan Cherry akan berangkat ke Singapore. Vany akan tinggal di sana bersamaku hingga setelah melahirkan. Kami melambai dari balik pintu kaca yang memisahkan kami dari Ayah dan Ibu, dan mulai berjalan perlahan menuju ruang tunggu.

“Hmmm… Tinggal di luar negri sendirian enak ga, Kak?” tanya Vany, mengenakan baju terusan warna pink muda ditutupi jaket Adidas putih. Ia berjalan sambil membelai perutnya yang semakin besar, memasuki bulan keenam sekarang (Aku berusaha mengalihkan pandanganku. Celanaku terasa menyempit). Kami sudah tahu bahwa anak yang di dalam kandungan Vany berjenis kelamin perempuan, dan entah kenapa Vany sangat ingin menamainya Ella.
“Ya ada enaknya ada enggaknya… Tapi kamu kan ga sendirian,” kataku. “Ada Kakak…”
“Ada aku juga…” ujar Cherry riang. Vany tertawa.
“Hahaha iya sih…”

Kami berjalan menuju ruang tunggu. Sambil berjalan, aku tak dapat melepaskan pandanganku dari sahabatku. Sungguh, ada yang lain darinya, tapi aku tak dapat menemukan apa. Jelas Cherry terlihat agak menggemuk setelah sebulan di Jakarta, tapi itu wajar karena aku pun menghabiskan sebulan ini untuk makan makanan yang enak-enak di kota kelahiranku. Apa ya? Apa pantatnya tambah montok? Aku jarang bertemu dengan sahabatku ini selama sebulan terakhir, karena kami masing-masing sibuk dengan urusan kami sendiri. Kami bahkan tidak ML sama sekali selama di Jakarta. Aku menatapnya makin tajam, menyelidiki.

“Heh, lu ngapain ngeliatin gue sampe kayak gitu?” hardik Cherry.
“Cher… Lu… Seriusan deh ada yang laen. Apa ya?”

Kali ini Cherry nyengir lebar, nyaris tertawa. Tapi heran sekali, Vany juga ikut nyengir!

“Ahh Cherr!! Van! Kalian apaan sih kasi tau donk ada apa!” pintaku tak sabar. Tak kuduga, Vany yang menjawab.
“Ella kan bakal punya adik, Kak…” ujarnya riang. Aku melonjak kaget.
“HAH?! Hah jangan bercanda kamu, Van!!” aku memelototi sahabatku. “Lu… Lu hamil??”
Cherry nyengir, mengangguk.
“Udah 3 bulan…” katanya sambil membuka retsleting hoodie tebalnya. Ternyata benar, memang perutnya terlihat buncit dari balik tank top kuningnya. “… Anak lu juga, Dit. Pasti.”
“Minggu lalu ke Tante Rina sama aku,” jelas Vany. “Tantenya sampe geleng-geleng waktu tau ini anak Kakak juga…”

Aku tak dapat berkata apa-apa. Bagaimana ini? Cherry juga hamil anakku?

“… 3 bulan, Cher?” tanyaku gelagapan. Cherry mengangguk, tersenyum manis seperti biasanya. Berarti… Berarti sekitar awal-awal aku tahu bahwa adikku juga hamil, sekitar akhir September. Wah ini kacau!

Tiba-tiba aku sadar akan suatu keanehan. Sekali lagi aku mengamati perut Cherry yang buncit.

“Cher, 3 bulan kata lu?”
“Ya. Napa mank?”
“Koq udah segede itu? Waktu Vany hamil 3 bulan gue liat dari webcam belum begitu keliatan bedanya,” tuntutku.

Cherry nyengir, Vany tertawa terbahak-bahak. Astagah ada apa?

“… Kan kembar, Dit…”
“KEMBAR??!!”

Selingkuh Tiada Akhir


Cerita seks – Akibat ranjang terlalu sempit, Mertuaku adalah seorang janda dengan kulit yang putih, cantik, lembut, dan berwajah keibu ibuan, dia selalu mengenakan kebaya jika keluar rumah. Dan mengenakan daster panjang bila didalam rumah, dan rambutnya dikonde keatas sehingga menampakkan kulit lehernya yang putih jenjang.
Sebenarnya semenjak aku masih pacaran dengan anaknya, aku sudah jatuh cinta padanya Aku sering bercengkerama dengannya walaupun aku tahu hari itu pacarku kuliah. Diapun sangat baik padaku, dan aku diperlakukan sama dengan anak anaknya yang lain. Bahkan tidak jarang bila aku kecapaian, dia memijat punggungku. Cerita seks terbaru dan terlengkap hanya ada di sexceritadewasa.com.

Setelah aku kawin dengan anaknya dan memboyong istriku kerumah kontrakanku, mertuaku rajin menengokku dan tidak jarang pula menginap satu atau dua malam. Karena rumahku hanya mempunyai satu kamar tidur, maka jika mertuaku menginap, kami terpaksa tidur bertiga dalam satu ranjang. Biasanya Ibu mertua tidur dekat tembok, kemudian istri ditengah dan aku dipinggir. Sambil tiduran kami biasanya ngobrol sampai tengah malam, dan tidak jarang pula ketika ngobrol tanganku bergerilya ketubuh istriku dari bawah selimut, dan istriku selalu mendiamkannya.

Bahkan pernah suatu kali ketika kuperkirakan mertuaku sudah tidur, kami diam diam melakukan persetubuhan dengan istriku membelakangiku dengan posisi agak miring, kami melakukankannya dengan sangat hati hati dan suasana tegang. Beberapa kali aku tepaksa menghentikan kocokanku karena takut membangunkan mertuaku. Tapi akhirnya kami dapat mengakhirinya dengan baik aku dan istriku terpuaskan walaupun tanpa rintihan dan desahan istriku.

Suatu malam meruaku kembali menginap dirumahku, seperti biasa jam 21.00 kami sudah dikamar tidur bertiga, sambil menonton TV yang kami taruh didepan tempat tidur. Yang tidak biasa adalah istriku minta ia diposisi pinggir, dengan alasan dia masih mondar mandir kedapur. Sehingga terpaksa aku menggeser ke ditengah walaupun sebenarnya aku risih, tetapi karena mungkin telalu capai, aku segera tidur terlebih dahulu.

Aku terjaga pukul 2.00 malam, layar TV sudah mati. ditengah samar samar lampu tidur kulihat istriku tidur dengan pulasnya membelakangiku, sedangkan disebelah kiri mertuaku mendengkur halus membelakangiku pula. Hatiku berdesir ketika kulihat leher putih mulus mertuaku hanya beberapa senti didepan bibirku, makin lama tatapan mataku mejelajahi tubuhnya, birahiku merayap melihat wanita berumur yang lembut tergolek tanpa daya disebelahku..

Dengan berdebar debar kugeser tubuhku kearahnya sehingga lenganku menempel pada punggungnya sedangkan telapak tanganku menempel di bokong, kudiamkan sejenak sambil menunggu reaksinya. Tidak ada reaksi, dengkur halusnya masih teratur, keberanikan diriku bertindak lebih jauh, kuelus bokong yang masih tertutup daster, perlahan sekali, kurasakan birahiku meningkat cepat. Penisku mulai berdiri dan hati hati kumiringkan tubuhku menghadap mertuaku.

Kutarik daster dengan perlahan lahan keatas sehingga pahanya yang putih mulus dapat kusentuh langsung dengan telapak tanganku. Tanganku mengelus perlahan kulit yang mulus dan licin, pahanya keatas lagi pinggulnya, kemudian kembali kepahanya lagi, kunikmati sentuhan jariku inci demi inci, bahkan aku sudah berani meremas bokongnya yang sudah agak kendor dan masih terbungkus CD.
Tiba tiba aku dikejutkan oleh gerakan mengedut pada bokongnya sekali, dan pada saat yang sama dengkurnya berhenti.

Aku ketakutan, kutarik tanganku, dan aku pura pura tidur, kulirik mertuaku tidak merubah posisi tidurnya dan kelihatannya dia masih tidur. Kulirik istriku, dia masih membelakangiku, Penisku sudah sangat tegang dan nafsu birahiku sudah tinggi sekali, dan itu mengurangi akal sehatku dan pada saat yang sama meningkatkan keberanianku.

Setelah satu menit berlalu situasi kembali normal, kuangkat sarungku sehingga burungku yang berdiri tegak dan mengkilat menjadi bebas, kurapatkan tubuh bagian bawahku kebokong mertuaku sehingga ujung penisku menempel pada pangkal pahanya yang tertutup CD. Kenikmatan mulai menjalar dalam penisku, aku makin berani, kuselipkan ujung penisku di jepitan pangkal pahanya sambil kudorong sedikit sedikit, sehingga kepala penisku kini terjepit penuh dipangkal pahanya, rasa penisku enak sekali, apalagi ketika mertuaku mengeser kakinya sedikit, entah disengaja entah tidak.

Tanpa meninggalkan kewaspadaan mengamati gerak gerik istri, kurangkul tubuh mertuaku dan kuselipkan tanganku untuk meremas buah dadanya dari luar daster tanpa BH. Cukup lama aku melakukan remasan remasan lembut dan menggesekan gesekkan penisku dijepitan paha belakangnya. Aku tidak tahu pasti apakah mertuaku masih terlelap tidur atau tidak tapi yang pasti kurasakan puting dibalik dasternya terasa mengeras. Dan kini kusadari bahwa dengkur halus dari mertuaku sudah hilang.., kalau begitu..pasti ibuku mertuaku sudah terjaga..? Kenapa diam saja? kenapa dia tidak memukul atau menendangku, atau dia kasihan kepadaku? atau dia menikmati..? Oh.. aku makin terangsang.

Tak puas dengan buah dadanya, tanganku mulai pindah keperutnya dan turun keselangkangannya, tetapi posisinya yang menyebabkan tangan kananku tak bisa menjangkau daerah sensitifnya. Tiba tiba ia bergerak, tangannya memegang tanganku, kembali aku pura pura tidur tanpa merrubah posisiku sambil berdebar debar menanti reaksinya. Dari sudut mataku kulihat dia menoleh kepadaku, diangkatnya tanganku dengan lembut dan disingkirkannya dari tubuhnya, dan ketika itupun dia sudah mengetahui bahwa dasternya sudah tersingkap sementara ujung penisku yang sudah mengeras terjepit diantara pahanya.

Jantungku rasanya berhenti menunggu reaksinya lebih jauh. Dia melihatku sekali lagi, terlihat samar samar tidak tampak kemarahan dalam wajahnya, dan ini sangat melegakanku .
Dan yang lebih mengejutkanku adalah dia tidak menggeser bokongnya menjauhi tubuhku, tidak menyingkirkan penisku dari jepitan pahanya dan apalagi membetulkan dasternya. Dia kembali memunggungiku meneruskan tidurnya, aku makin yakin bahwa sebelumnya mertuaku menikmati remasanku di payudaranya, hal ini menyebabkan aku berani untuk mengulang perbuatanku untuk memeluk dan meremas buah dadanya. Tidak ada penolakan ketika tanganku menyelusup dan memutar mutar secara lembut langsung keputing teteknya melalui kancing depan dasternya yang telah kulepas. Walaupun mertuaku berpura pura tidur dan bersikap pasif, tapi aku dengar nafasnya sudah memburu.

Cukup lama kumainkan susunya sambil kusodokkan kemaluanku diantara jepitan pahanya pelan pelan, namun karena pahanya kering, aku tidak mendapat kenikmatan yang memadai, Kuangkat pelan pelan pahanya dengan tanganku, agar aku penisku terjepit dalam pahanya dengan lebih sempurna, namun dia justru membalikkan badannya menjadi terlentang, sehingga tangannya yang berada disebelah tangannya hampir menyetuh penisku, bersamaan dengan itu tangan kirinya mencari selimutnya menutupi tubuhnya. Kutengok istri yang berada dibelakangku, dia terlihat masih nyenyak tidurnya dan tidak menyadari bahwa sesuatu sedang terjadi diranjangnya.

Kusingkap dasternya yang berada dibawah selimut, dan tanganku merayap kebawah CDnya. Dan kurasakan vaginanya yang hangat dan berbulu halus itu sudah basah. Jari tanganku mulai mengelus, mengocok dan meremas kemaluan mertuaku. Nafasnya makin memburu sementara dia terlihat berusaha untuk menahan gerakan pinggulnya, yang kadang kadang terangkat, kadang mengeser kekiri kanan sedikit. Kunikmati wajahnya yang tegang sambil sekali kali menggigit bibirnya. Hampir saja aku tak bisa menahan nafsu untuk mencium bibirnya, tapi aku segera sadar bahwa itu akan menimbulkan gerakan yang dapat membangunkan istriku.

Setelah beberapa saat tangan kanannya masih pasif, maka kubimbing tangannya untuk mengelus elus penisku, walaupun agak alot akhirnya dia mau mengelus penisku, meremas bahkan mengocoknya. Agak lama kami saling meremas, mengelus, mengocok dan makin lama cepat, sampai kurasakan dia sudah mendekati puncaknya, mertuakan membuka matanya, dipandanginya wajahku erat erat, kerut dahinya menegang dan beberapa detik kemudian dia menghentakkan kepalanya menengadah kebelakang. Tangan kirinya mencengkeram dan menekan tanganku yang sedang mengocok lobang kemaluannya. Kurasakan semprotan cairan di pangkal telapak tanganku. Mertuaku mencapai puncak kenikmatan, dia telah orgasme. Dan pada waktu hampir yang bersamaan air maniku menyemprot kepahanya dan membasahi telapak tangannya. Kenikmatan yang luar biasa kudapatkan malam ini, kejadianya begitu saja terjadi tanpa rencana bahkan sebelumnya membayangkanpun aku tidak berani.

Sejak kejadian itu, sudah sebulan lebih mertuaku tidak pernah menginap dirumahku, walaupun komunikasi dengan istriku masih lancar melalui telpon. Istriku tidak curiga apa apa tetapi aku sendiri merasa rindu, aku terobsesi untuk melakukannya lebih jauh lagi. Kucoba beberapa kali kutelepon, tetapi selalu tidak mau menerima. Akhirnya setelah kupertimbangkan maka kuputuskan aku harus menemuinya.
Hari itu aku sengaja masuk kantor separo hari, dan aku berniat menemuinya dirumahnya, sesampai dirumahnya kulihat tokonya sepi pengunjung, hanya dua orang penjaga tokonya terlihar asik sedang ngobrol. Tokonya terletak beberapa meter dari rumah induk yang cukup besar dan luas. Aku langsung masuk kerumah mertuaku setelah basa basi dengan penjaga tokonya yang kukenal dengan baik. Aku disambut dengan ramah oleh mertuaku, seolah olah tidak pernah terjadi sesuatu apa apa, antara kami berdua, padahal sikapku sangat kikuk dan salah tingkah.
“Tumben tumbenan mampir kesini pada jam kantor?”
“Ya Bu, soalnya Ibu nggak pernah kesana lagi sih”
Mertuaku hanya tertawa mendengarkan jawabanku
“Ton. Ibu takut ah.. wong kamu kalau tidur tangannya kemana mana.., Untung istrimu nggak lihat, kalau dia lihat.. wah.. bisa berabe semua nantinya..”
“Kalau nggak ada Sri gimana Bu..?” tanyaku lebih berani.
“Ah kamu ada ada saja, Memangnya Sri masih kurang ngasinya, koq masih minta nambah sama ibunya.”
“Soalnya ibunya sama cantiknya dengan anaknya” gombalku.
“Sudahlah, kamu makan saja dulu nanti kalau mau istirahat, kamar depan bisa dipakai, kebetulan tadi masak pepes” selesai berkata ibuku masuk ke kamarnya.

Aku bimbang, makan dulu atau menyusul mertua kekamar. Ternyata nafsuku mengalahkan rasa lapar, aku langsung menyusul masuk kekamar, tetapi bukan dikamar depan seperti perintahnya melainkan kekamar tidur mertuaku. Pelan pelan kubuka pintu kamarnya yang tidak terkunci, kulihat dia baru saja merebahkan badannya dikasur, dan matanya menatapku, tidak mengundangku tapi juga tidak ada penolakan dari tatapannya. Aku segera naik keranjang dan perlahan lahan kupeluk tubuhnya yang gemulai, dan kutempelkan bibirku penuh kelembutan. Mertuaku menatapku sejenak sebelum akhirnya memejamkan matanya menikmati ciuman lembutku. Kami berciuman cukup lama, dan saling meraba dan dalam sekejap kami sudah tidak berpakaian, dan nafas kami saling memburu. Sejauh ini mertuaku hanya mengelus punggung dan kepalaku saja, sementara tanganku sudah mengelus paha bagian dalam. Ketika jariku mulai menyentuh vaginanya yang tipis dan berbulu halus, dia sengaja membuka pahanya lebar lebar, hanya sebentar jariku meraba kemaluanya yang sudah sangat basah itu, segera kulepas ciumanku dan kuarahkan mulutku ke vagina merona basah itu.

Pada awalnya dia menolak dan menutup pahanya erat erat.
“Emoh.. Ah nganggo tangan wae, saru ah.. risih..” namun aku tak menghiraukan kata katanya dan aku setengah memaksa, akhirnya dia mengalah dan membiarkan aku menikmati sajian yang sangat mempesona itu, kadang kadang kujilati klitorisnya, kadang kusedot sedot, bahkan kujepit itil mertuaku dengan bibirku lalu kutarik tarik keluar.
“Terus nak Ton.., Enak banget.. oh.. Ibu wis suwe ora ngrasakke penak koyo ngene sstt”
Mertuaku sudah merintih rintih dengan suara halus, sementara sambil membuka lebar pahanya, pinggulnya sering diangkat dan diputar putar halus. Tangan kiriku yang meremas remas buah dadanya, kini jariku sudah masuk kedalam mulutnya untuk disedot sedot.
Ketika kulihat mertuaku sudah mendekati klimax, maka kuhentikan jilatanku dinya, kusodorkan ku kemulutnya, tapi dia membuang muka kekiri dan kekanan, mati matian tidak mau mengisap penisku. Dan akupun tidak mau memaksakan kehendak, kembali kucium bibirnya, kutindih tubuhnya dan kudekap erat erat, kubuka leber lebar pahanya dan kuarahkan ujung penisku yang mengkilat dibibr vaginanya.

Mertuaku sudah tanpa daya dalam pelukanku, kumainkan penisku dibibir kemaluannya yang sudah basah, kumasukkan kepala penis, kukocok kocok sedikt, kemudian kutarik lagi beberapa kali kulakukan.
“Enak Bu?”
“He eh, dikocok koyo ngono tempikku keri, wis cukup Ton, manukmu blesekno sin jero..”
“Sekedap malih Bu, taksih eco ngaten, keri sekedik sekedik”
“Wis wis, aku wis ora tahan meneh, blesekno sih jero meneh Ton oohh.. ssttss.. Ibu wis ora tahan meneh, aduh enak banget tempikku” sambil berkata begitu diangkatnya tinggi tinggi bokongnya, bersamaan dengan itu kumasukkan ku makin kedalam nya sampai kepangkalnya, kutekan ku dalam dalam, sementara Ibu mertuaku berusaha memutar mutar pinggulnya, kukocokkan penisku dengan irama yang tetap, sementara tubuhnya rapat kudekap, bibirku menempel dipipinya, kadang kujilat lehernya, ekspresi wajahnya berganti ganti. Rupanya Ibu anak sama saja, jika sedang menikmati sex mulutnya tidak bisa diam, dari kata jorok sampai rintihan bahkan mendekati tangisan.
Ketika rintihannya mulai mengeras dan wajahnya sudah diangkat keatas aku segera tahu bahwa mertua akan segera orgasme, kukocok ku makin cepat.

“Ton..aduh aduh.. Tempikku senut senut, ssttss.. Heeh mu gede, enak banget.. Ton aku meh metu.. oohh.. Aku wis metu..oohh.”
Mertuaku menjerit cukup keras dan bersamaan dengan itu aku merasakan semprotan cairan dalam vaginanya. Tubuhnya lemas dalam dekapanku, kubiarkan beberapa menit untuk menikmati sisa sisa orgasmenya sementara aku sendiri dalam posisi nanggung.
Kucabut penisku yang basah kuyup oleh lendirnya knya, dan kusodorkan ke mulutnya, tapi dia tetap menolak namun dia menggegam penisku untuk dikocok didepan wajahnya. Ketika kocokkannya makin cepat, aku tidak tahan lagi dan muncratlah lahar maniku kewajahnya.

Siang itu aku sangat puas demikian juga mertuaku, bahkan sebelum pulang aku sempat melakukannya lagi, ronde kedua ini mertuaku bisa mengimbangi permainanku, dan kami bermain cukup lama dan kami bisa sampai mencapai orgasme pada saat yang sama .

TAMAT

Minggu, 24 Oktober 2010

Ngentot Anak Perawan SMP.

Tiba- tiba Kring.. Kring.. HP-ku berbunyi. Siang itu aku berada di kantor sedang membaca surat-surat dan dokumen yang barusan dibawa sekretarisku LIA, untuk aku tanda tangani. Kulihat di layar handphone ku tampak sebuah nomor telepon yang sudah kukenal.
“Hello.. Dita.. Apa kabar” sapaku.
“Hi.. Pak Robert.. Kok udah lama nih nggak kontak Dita”
“Iya habis sibuk sih” jawabku sambil terus menandatangani surat-surat di mejaku.
“Ini Pak Robert.. Ada barang bagus nih..” terdengar suara Dita di seberang sana.
Dita ini memang kadang-kadang aku hubungi untuk menyediakan wanita untuk aku suguhkan pada tamu atau klienku. Memang terkadang untuk menggolkan proposal, perlu adanya servis semacam itu. Terkadang lebih ampuh daripada memberikan uang di bawah meja.
“Bagusnya gimana Dit?” tanyaku penasaran.
“Masih anak-anak Pak.. Baru 15 tahun. Kelas 3 SMP. Masih perawan, bener-bener gadis virgin”
Mendengar hal itu langsung senjataku berontak di sarangnya. Memang sering aku kencan dengan wanita cantik, ABG atupun istri orang. Tetapi jarang-jarang aku mendapatkan yang masih perawan seperti ini.
“Cantik nggak?” tanyaku
“Cantik dong Pak.. Tampangnya innocent banget. Bapak pasti suka deh..” rayu Mami Dita ini.
Setelah itu aku tanya lebih lanjut latar belakang gadis itu. Namanya Tari, anak keluarga ekonomi lemah yang perlu biaya untuk melanjutkan sekolahnya. Orang tuanya tidak mampu menyekolahkannya lagi sehabis SMP nanti, sehingga setelah dibujuk Dita, dia mau melakukan hal ini.
“Minta berapa Dit? ” tanyaku
“Murah kok Pak.. cuma lima juta”
Wah.. Pikirku. Murah sekali.. Aku pernah dengar ada orang yang beli keperawanan sampai puluhan juta. Singkat kata, akupun setuju dengan tawaran Dita. Aku berjanji untuk menelponnya lagi setelah aku sampai di lokasi nanti.
“Lia.. Ke sini sebentar” kutelpon sekretarisku yang sexy itu. Tak lama Lia pun masuk ke ruanganku. Sambil tersenyum manis dia pun duduk di kursi di hadapanku.
“Ada apa Pak Robert?” tanyanya sambil menyilangkan kakinya memamerkan pahanya yang putih.
Belahan buah dadanya tampak ranum terlihat dari balik blousenya yang agak tipis. Ingin rasanya aku nikmati dia saat itu juga, tetapi aku lebih ingin menikmati perawan yang ditawarkan Dita. Toh masih ada hari esok untuk Lia, pikirku.
“Saya perlu uang lima juta untuk entertain klien. Tolong minta ke bagian keuangan ya” kataku.
“Baik Pak” jawabnya.
“Ada lagi yang bisa saya bantu Pak Robert..?” Lia berkata genit sambil menatapku menggoda.
“Nggak.. Mungkin lain kali Lia.. Saya sibuk banget nih” kataku pura-pura.
Aku tak ingin staminaku habis sebelum bertempur dengan Tari, anak SMP itu. Liapun beranjak pergi dengan raut muka kecewa, dan tak lama dia kembali membawa uang yang aku minta beserta slip tanda terima untuk aku tandatangani.
“Nanti kalau perlu lagi, panggil Lia ya Pak” katanya masih mengharap.
“Baik Lia.. Saya pergi dulu sekarang. Jangan telepon saya kecuali ada emergency ya” jawabku sambil mengemasi laptopku.
Tak lama akupun sudah meluncur dengan Mercy kesayanganku menuju hotel di kawasan Semanggi. Akupun cek in di hotel yang berdekatan dengan plaza yang baru dibangun di daerah itu. Setelah mendapatkan kunci akupun bergegas menuju kamar suite di hotel itu.
Setiba di kamar, kutelpon Dita untuk memberitahukan lokasiku. Dia berjanji untuk datang sekitar satu jam lagi. Sambil menunggu kunyalakan TV dan menonton siaran CNN di ruang tamu kamarku. Sedang asyik-asyiknya melihat berita perang di Irak tiba-tiba HP-ku berbunyi.
“Sialan Lia. Aku khan sudah bilang jangan telepon.” pikirku sambil mengangkat telepon tanpa melihat caller ID-nya.
“Halo. Pak Robert.. Ini Santi” kata suara di seberang sana. Santi ini adalah istri dari Pak Arief, manajer keuangan di kantorku.
“Oh Santi.. Aku pikir sekretarisku. Ada apa San?”
“Nggak Pak Robert.. Cuma kangen aja. Pengin ketemu lagi nih Pak.. Aku pengin ulangi kejadian yang di pesta dulu itu. Bisa ketemuan nggak Pak hari ini?”
“Wah.. Kalau hari ini nggak bisa San.. Aku sedang di tempat klien nih” jawabku mengelak.
“Khan minggu depan suamimu sudah pergi.. Jadi kita bisa puas deh nanti seharian” lanjutku.
“Habis Santi udah kangen banget Pak..” rengeknya.
“Sabar ya sayang.. Tinggal beberapa hari lagi kok” hiburku.
“OK deh.. Sorry kalau mengganggu ya Pak” katanya menyudahi pembicaraan.
Wah, ternyata dia sudah tak sabar kepengin aku kencani, pikirku. Mungkin baru pertama dia bertemu dengan laki-laki jantan sepertiku di pesta perkawinan dulu. Kemudian aku telepon Lia untuk menanyakan kepastian kepergian Pak Arief ke Singapore, yang dijawab bahwa semuanya sudah confirm dan Pak Arief akan berangkat tiga hari lagi.
Setelah satu jam setengah aku menunggu, terdengar bunyi bel kamarku. Kubuka pintu kamarku dan tampak Dita bersama seorang gadis belia, Tari.
“Maaf Pak Robert. Tadi Tari baru pulang dari latihan pramuka di sekolahnya” alasan Dita. Mungkin tampak di wajahku kalau aku kesal menunggu mereka.
“OK nggak apa.. Ayo masuk” kataku sambil memperhatikan Tari.
Hari itu dia mengenakan tanktop yang memperlihatkan bahunya yang putih mulus. Juga rok mini jeans yang dikenakan menambah cantik penampilannya. Tubuhnya termasuk bongsor untuk anak seusia dirinya. Dari balik tanktopnya tersembul buah dadanya yang baru tumbuh. Yang membuat aku kagum adalah wajahnya yang cantik dan terkesan innocent.
“Tari.. Ini Oom Robert” kata Dita memperkenalkanku padanya.
Kuulurkan tanganku dan disambutnya sambil berkata lirih, “Tari..”
Kemudian kami bertiga duduk di sofa, dengan Tari duduk disamping sedangkan Dita berhadapan denganku. Kurengkuh pundak Tari dengan tangan kiriku, sambil kuelus-elus sayang.
“Gimana Pak.. OK khan” Dita bertanya
“OK.. Kamu jemput lagi aja nanti” jawabku sambil mengelus dan meremas lengan Tari yang mulus itu gemas. Setelah itu Dita pamitan, tentu saja setelah menerima pembayarannya.
“Kamu lapar nggak Tari? Kita pesan makanan dulu yuk” saranku.
Dia hanya menganggukkan kepalanya. Sekarang memang sudah waktunya makan malam, dan aku tak mau staminaku tidak prima hanya karena perutku yang lapar. Apalagi ternyata gadis yang dibawa Dita ini cantik sekali.
“Pesan apa?” tanyaku sambil memberikan room service menu padanya.
“Nasi goreng aja Oom”
“Minumnya?”
“Minta susu boleh Oom?” jawabnya.
Langsung aja aku pesan beefsteak dan bir untukku, dan nasi goreng serta susu untuk Tari. Sambil menunggu pesanan datang, kamipun menonton TV.
“Channelnya Tari ganti ya Oom” katanya sambil mengambil remote.
“Oh ya.. Oom juga bosen lihat perang terus” jawabku sambil mengagumi keindahan Tari.
Setelah dia duduk, kuelus-elus rambutnya yang berpita dan panjangnya sebahu itu. Tari kemudian mengubah channel TV ke channel Disney. Rupanya dia suka menonton film kartun. Maklum masih anak-anak, pikirku.
“Kamu sudah punya pacar?” tanyaku setelah kami terdiam beberapa saat.
“Belum Oom..”
“Kenapa?” tanyaku lagi
“Tari khan masih kecil..” katanya sambil terus menatap adegan kartun di TV.
Aku pun makin bernafsu mendengar jawabannya. Yah.. Akulah nantinya yang akan menikmatimu untuk pertama kalinya he.. He.. Kuciumi pipinya sambil kuelus-elus pahanya. Tari nampak tak terbiasa dan bergerak agak menghindar. Pahanya yang putih mulus makin tersibak menampakkan pemandangan yang indah. Tanganku kemudian meraba dadanya yang baru tumbuh itu. Kemudian kupegang wajahnya dan kucium bibirnya. Tampak sekali bahwa dia belum berpengalaman dalam hal seperti ini. Tanganku sudah ingin melucuti tanktopnya ketika tiba-tiba bel kamarku berbunyi.
“Room Service” terdengar suara di depan kamarku.
Akupun berdiri meninggalkan Tari untuk membuka pintu. Tampak ada perasaan lega di raut wajah Tari ketika aku beranjak pergi.
“Ada pesanan lagi Pak?” tanya petugas room service setelah meletakkan makanan di meja.
“Nggak” jawabku
“Mungkin buat anaknya?” tanyanya lagi
“Mungkin nanti menyusul” kataku sambil menandatangani bill yang diserahkannya.
Aku geli juga mendengar si petugas menyangka Tari adalah anakku. Memang pantas sih dilihat dari perbedaan umur kami.
Kamipun lalu menyantap makanan kami. Tari menikmati nasi goreng dan segelas susunya sambil terus menonton kartun kesayangannya.
“Mau buah Tari?” kataku sambil mengambil buah-buahan dari minibar.
“Nggak Oom.. Udah kenyang. Dibungkus aja boleh ya Oom.. Untuk adik di rumah” katanya.
Hm.. Benar-benar manis ini anak, pikirku. Dalam hati aku kasihan juga pada dia, tapi aku tak dapat menahan nafsu birahiku untuk menikmati tubuhnya yang muda itu.
Aku makan satu buah apel dan kuberikan sisanya padanya. Diterimanya buah-buahan itu dan kemudian dimasukkan dalam tasnya. Akupun kembali duduk disampingnya dan kemudian kuambil remote dan kumatikan TVnya.
“Ayo sayang kita mulai ya..” kataku sambil menciumi pundaknya yang terbuka.
Aku kemudian beralih menciumi bibirnya sambil tanganku meremas-remas dadanya. Tak ada response darinya. Ketika tangannya yang mungil aku letakkan di atas kemaluanku, dia diam saja.
“Kok diam saja sih!!” Bentakku.
“Oom.. Tari nggak pernah Oom.. Belum ngerti” jawabnya lirih ketakutan.
“Ya sudah sini kamu..” kataku sambil beranjak ke meja dimana laptopku berada. Tari mengikutiku dari belakang. Langsung kusetel film BF yang aku simpan di dalam harddiskku.
“Ayo sini duduk Oom pangku” kataku.
Taripun duduk di atas pangkuanku sambil melihat adegan persetubuhan dimana seorang wanita bule cantik sedang dengan rakusnya mengulum kemaluan orang berkulit hitam.
Mata Tari tampak takjub melihat adegan yang pasti baru pertama kalinya dia lihat itu. Sementara aku menciumi dan menjilati pundak dan lehernya yang jenjang dari belakang. Tangankupun telah masuk ke dalam tanktopnya dan meremas-remas buah dadanya yang masih tertutup BH itu. Kutarik ke atas cup BHnya sehingga tangankupun leluasa menjelajahi dan meremas buah dadanya yang mulai tumbuh itu. Kupilin perlahan puting dadanya yang mulai mengeras.
“Oom.. Jangan Oom.. Tari malu” katanya sambil menatap adegan di laptopku dimana si wanita bule sedang mengerang-erang nikmat disetubuhi dari belakang.
“Nggak usah malu sayang” jawabku sambil agak memutar tubuhnya sehingga aku leluasa menikmati dadanya.
Kulumat buah dada yang baru tumbuh itu dan kujilat lalu kuisap putingnya yang kecil berwarna merah muda itu. Sementara tanganku yang satu telah merambah paha sampai mengenai celana dalamnya.
“Pelan-pelan Oom.. Sakit” desahnya ketika tanganku mengusap-usap kemaluannya setelah celana dalamnya aku sibak. Mulutku masih sibuk mencari kepuasan dari buah dada anak belia ini.
“Kamu cantik sekali Tari.. Ohh yeah..” kataku meracau sambil mengulum dan menjilati buah dadanya.
Tanganku mengelus-elus pundaknya yang jernih, sedangkan yang satunya sedang merambah kemaluan anak perawan ini. Kemaluanku tampak memberontak di dalam celanaku, bahkan sudah mengeluarkan cairannya karena sudah sangat terangsang.
Kuturunkan Tari dari pangkuanku, dan akupun berdiri didepannya. Kuciumi bibirnya dengan ganas sambil tanganku meremas-remas rambutnya.
“Emmhh.. Emmhh..” hanya itu yang terdengar dari mulut Tari.
Kumasukkan lidahku dan kujelajahi rongga mulutnya. Sementara kuraih tangan Tari dan kuletakkan ke kemaluanku yang sudah sangat membengkak. Tetapi lagi-lagi dia hanya diam saja. Memang dasar anak-anak, belum tahu cara memuaskan lelaki, pikirku. Dengan agak kesal kutekan pundaknya sehingga dia berlutut di depanku. Dia agak berontak akan bangun lagi.
“Ayo.. Berlutut!!” kataku sambil menarik rambutnya.
Tampak air mata Tari berlinang di sudut matanya. Dengan cepat aku lepas celana dan celana dalamku, sehingga kemaluanku berdiri dengan gagah di depannya.
“Ayo isap!!” perintahku pada Tari yang tampak ketakutan melihat kemaluanku yang sebesar lengannya itu. Kugenggamkan tangannya pada kemaluanku itu.
“Ampun oomm.. Jangan Oom.. Besar sekali.. Nggak muat Oom” katanya mengiba-iba. Terasa tangannya bergetar memegang kemaluanku.
“Ayo!!” bentakku sambil menarik rambutnya sehingga kemaluankupun menyentuh wajahnya yang imut dan innocent itu.
Tampak Tari sambil menahan tangisnya membuka mulutnya dan akupun sambil berkacak pinggang menyorongkan kemaluanku padanya.
“Aahh.. Yes.. Make Daddy happy..” desahku ketika kemaluanku mulai memasuki mulutnya yang mungil. Akupun mengelus-elus rambutnya yang berpita itu dengan penuh kasih sayang ketika Tari mulai menghisapi kemaluanku.
“Ayo jilati batangnya.. Sayang” kataku sambil mengeluarkan kemaluanku dari mulutnya. Taripun mulai menjilati batang kemaluanku dengan perlahan.
“Ayo isap lagi” instruksiku lagi sambil tanganku mengangkat dagunya dan menyorongkan kemaluanku padanya.
Taripun mulai lagi mengulum kemaluanku, walaupun hanya ujungnya saja yang masuk ke dalam mulutnya. Kutekan kemaluanku ke dalam mulutnya sehingga hampir separuhnya masuk kedalam mulutnya. Tampak dia tersedak ketika kemaluanku mengenai kerongkongannya. Dikeluarkannya kemaluanku untuk mengambil nafas, sementara aku tertawa geli melihatnya.
“Sudah. Oom.. Jangan lagi Oom” Tari memohon. Air matanya tampak menetes di pipinya
“Oom belum puas. Ayo lagi!!” bentakku sambil menjambak rambutnya, sehingga wajahnya terdongak ke atas menatapku.
Taripun terisak menangis, tetapi kemudian dia kembali menjilati dan mengulum kemaluanku. Pemandangan di kamar hotel itu sangatlah indah menurutku. Seorang laki-laki dewasa dengan tubuh tinggi besar sedang berkacak pinggang, sementara seorang anak di bawah umur dengan wajah tanpa dosa sedang mengulum kemaluannya.
Mungkin sekitar 15 sampai 20 menit aku ajari anak perawan itu cara untuk memberikan kepuasan oral pada lelaki. Setelah itu aku merasakan kemaluanku akan meledakkan cairan ejakulasinya.
“Buka mulutmu!!” perintahku pada Tari sambil mengeluarkan kemaluanku dari kulumannya.
Kemudian kukocok-kocok kemaluanku sebentar, dan kemudian muncratlah cairan spermaku ke dalam mulutnya dan sebagian mengenai wajahnya.
“Oh.. Yeahh.. Nikmat.. Kamu hebat Tari..” erangku saat orgasme.
“Ayo telan!!” perintahku lagi ketika melihat dia akan memuntahkan spermaku keluar.
Tampak dia berusaha menelan spermaku, walaupun karena jumlahnya yang banyak, sebagian meleleh keluar dari mulutnya. Diambilnya tisu dan dibersihkannya wajahnya sambil membetulkan pakaiannya sehingga rapi kembali. Dia pun kemudian mengambil dan meminum habis sisa susunya. Sementara aku pergi ke toilet untuk buang air kecil.
Sekembalinya aku dari toilet, tampak Tari sedang duduk gelisah di sofa. Pandangan matanya tampak kosong dan berubah menjadi takut ketika melihat aku menghampirinya. Aku tersenyum dan duduk disampingnya. Kembali kuelus-elus pundak dan tangannya.
“Omm.. Tari pengin pulang Oom.. Tari capek..” katanya.
“Yach kamu istirahat dulu aja sayang” jawabku sambil mencium pipinya.
Kamipun duduk terdiam. Kusetel kembali TV yang masih menayangkan acara kartun kesukaannya itu. Kuusap-usap tubuhnya yang duduk di sampingku sambil sesekali kuciumi. Aku menunggu hingga kejantananku bangkit kembali.
Aku beranjak ke meja dimana laptopku masih menayangkan adegan syur semenjak tadi. Di layar sekarang seorang pria bule sedang dihisap kemaluannya oleh dua wanita cantik. Yang satu bule juga, sedangkan yang lain wanita Asia, kalau tidak salah Asia Carrera namanya. Memang film produksi Vivid ini bagus sehingga aku menyimpannya di harddiskku. Melihat adegan demi adegan di layar, kejantananku pun perlahan bangkit kembali. Kudatangi sofa dimana Tari berada. Tari tampak gelisah ketika aku berlutut di depannya.
“Aku ingin menikmati memekmu sayang” kataku sambil menyibakkan rok mininya. Kuciumi pahanya dan kujilati sampai mengenai celana dalamnya. Kemudian kulepas celana dalamnya itu sehingga vaginanya yang bersih tak berbulu itu tampak mempesonaku.
“Jangan Oom.. Tolong Oom” kata Tari ketika tanganku mulai meraba kemaluannya. Karena gemas, langsung aku jilati dan isap vaginanya. Lidahku menari-nari dan kumasukkan ke dalam liangnya yang perawan itu.
“Uhh.. Ampun Oom..” erangnya ketika aku menemukan klitorisnya dan langsung kuhisap. Sementara tanganku naik ke atas meremas buah dadanya. Kupilin-pilin putingnya sehingga mulai mengeras. Sementara vaginanya pun sudah mengeluarkan lendir tanda dia telah siap untuk disetubuhi.
“Ayo kita lanjutkan di ranjang, manis..” kataku sambil merengkuh tubuhnya dan menggendongnya. Aku ciumi bibirnya sambil badannya tetap aku gendong menuju kamar tempat tidur.
Kurebahkan tubuhnya di ranjang, dan akupun mulai melucuti pakaianku. Tampak kemaluanku sudah kembali membengkak ingin diberi kenikmatan oleh anak kecil ini. Tari tampak memandangku dengan tatapan mengiba. Matanya menampakkan ketakutan melihat ukuran kemaluanku.
Langsung kuterkam tubuhnya di ranjang dan kuciumi wajahnya yang manis. Kubuka tanktopnya juga BHnya dan kulempar ke lantai. Langsung kusantap buah dadanya yang masih dalam masa pertumbuhan itu, dan kujilati dan kuisapi putingnya hingga mengeras.
Lalu kubuka rok mininya, sehingga Taripun sudah telanjang bulat pasrah di atas ranjang. Jariku kemudian menari merambah vaginanya dan mengusap-usap klitorisnya.
“Tolong jangan Oom.. Aduh.. Oom.. Jangan Oom.. Tari masih perawan Oom.” rengeknya. Aku menghentikan kegiatanku dan menatapnya
“Memangnya Bu Dita bilang apa?” tanyaku
“Katanya Tari nggak akan diperawani. Cuma dipegang dan diciumi aja” jawabnya terisak. Mendengar itu timbul perasaan iba karena ternyata dia telah dibohongi oleh Dita.
“Ya sudah..
“Kataku.
“Kamu hisap lagi aja kontol Oom seperti tadi” perintahku.
Akupun lalu tidur telentang dan Taripun kutarik hingga wajahnya berada di depan kemaluanku yang sudah berdiri tegak. Kutekan kepalanya perlahan, hingga Taripun kembali memberikan kenikmatan mulutnya pada kemaluanku. Tampak dari tatapanku, kepalanya naik turun menghisapi kemaluanku. Tangankupun mengelus-elus rambutnya penuh rasa sayang seperti rasa sayang bapak kepada anaknya.
“Ya terus.. Sayang” erangku menahan nikmat yang tiada tara.
Setelah beberapa menit, kutarik tubuhnya sehingga wajahnya tepat berada diatas wajahku. Kuciumi bibirnya sambil tanganku meremas-remas pantatnya. Kemudian kubalikkan badannya, sehingga badanku yang tinggi besar menindih tubuh belianya. Kusedot puting buah dadanya dan kugigit-gigit sehingga menimbulkan bekas memerah.
Lalu kurenggangkan pahanya, dan kuarahkan kemaluanku ke vaginanya.
“Jangan Oom.. Ampun Oom.. Jangan.. Ampun..” rengek Tari ketika kemaluanku mulai menyentuh bibir vaginanya.
Aku tambah bernafsu saja mendengar rengekannya, dan kutekan kemaluanku sehingga mulai menerobos liang vagina perawannya. Terasa sesuatu menghalangi kemaluanku, yang pasti adalah selaput daranya
“Ahh.. Sakiitt..” jeritnya menahan tangis ketika kutekan kemaluanku merobek selaput daranya.
Kutahan sebentar menikmati saat aku mengambil keperawanan anak ini, kemudian kugerakkan pantatku maju mundur menyetubuhinya.
“Ah.. Nikmat.. Ahh.. God.. Memekmu enak Tari.” racauku
“Oh.. Ampun.. Sakit.. Udah Oom.. Ampun..” Tari merintih kesakitan sambil menangis.
“Yes.. You naughty girl.. Daddy must punish you.. Yeah..” aku kembali meracau kenikmatan.
Kugenjot terus kemaluanku, dan aku merasakan nikmatnya jepitan vagina Tari yang sangat sempit itu. Tampak air mata Tari meleleh membasahi pipinya, dan ketika kugenjot kemaluanku tampak wajahnya menyeringai menahan sakit.
Kemudian kutarik pahanya sehingga melingkari pinggangku, dan sambil duduk di ranjang kugenjot lagi vaginanya. Tanganku sibuk menjelajahi buah dadanya.
Bosan dengan posisi itu, kubalikkan badannya dan kusetubuhi dia dengan gaya “doggy style”. Sudah tak terdengar lagi rengekan Tari, hanya suara erangannya dan isak tangisnya yang memenuhi ruangan itu.
“Ahh.. Sakit Oom ampun..” rengeknya kembali ketika rambutnya kutarik sehingga wajahnya terdongak ke atas.
Sambil kusetubuhi tubuhnya, kadang kuciumi dan kugigiti pundak dan lehernya dari belakang, sambil tanganku memerah buah dadanya.
Setelah kurang lebih satu jam aku setubuhi dia dengan berbagai macam posisi, akupun tak tahan untuk mengeluarkan cairan ejakulasiku. Kubalikkan badannya dan kugesek-gesekkan kemaluanku di dadanya. Kadang kugesek-gesekkan juga ke seluruh wajahnya.
“Ahh.. Memang enak perawan kamu Tari..” erangku sambil menumpahkan spermaku di dadanya.
Akupun kemudian bergegas menuju toilet untuk membersihkan diri. Kemaluanku pun kubersihkan dari sisa sperma bercampur darah perawan Tari. Sekembalinya aku dari toilet, kulihat Tari masih terbaring di ranjang sambil menangis terisak-isak. Kubiarkan saja dia di sana, karena aku sudah merasa puas dan merasa menjadi lebih muda setelah mereguk kenikmatan dari anak itu.
Kuminum sisa birku, dan kutelepon Dita untuk menjemput Tari. Tak lama, Dita pun datang.
“Gimana Pak Robert?” tanyanya tersenyum.
“Wah.. Puas.. Tuh anak enak banget” kataku tertawa kecil.
“Syukurlah Pak Robert puas. Sengaja saya pilihin yang bagus kok Pak” katanya lagi.
“Percaya deh sama Dita. Tuh anaknya masih di kamar”
Dita pun masuk ke kamar tidur sedangkan aku nonton TV di sofa. Lagi-lagi masih berita perang di CNN. Sementara itu, terdengar Tari menangis di kamar sedangkan Dita berusaha menghiburnya. Setelah kurang lebih setengah jam, merekapun muncul dari dalam kamar tidur.
“Saya permisi dulu Pak Robert” pamit Dita.
“Oh ya Dit.., kalau ada yang bagus lagi telepon ya. Untuk obat awet muda.” jawabku sambil mengedipkan mataku.
“Beres Pak” jawabnya sambil menggandeng Tari keluar.
“Ini tasnya ketinggalan” kataku sambil menyerahkan tas Tari yang berisi buah-buahan untuk adiknya itu. Kuperhatikan mata Tari masih sembab, dan jalannya pun agak pincang ketika meninggalkan kamar hotelku.
Tak lama akupun cek out dari hotel. Dalam perjalanan pulang ke apartemenku, aku mampir di panti pijat langgananku. Tubuhku agak pegal sehabis menyetubuhi Tari tadi. Setelah dipijat, dan mandi air hangat, tubuhku terasa sangat segar. Akupun bergegas pulang dengan mengendarai Mercy silver metalik kesayanganku. Tak lupa kusetel lagu Al Jarreau kesayanganku.

sex dengan ibu hamil


Cerita ini adalah kiriman dari seorang eksekutif muda yang sedang bahagia pernah merasakan nikmatnya bercinta dengan wanita hamil, saking nikmatnya, dia mengirim cerita dengan bahasa alakadarnya, berikut cerita lengkapnya yang sangat panjang. selamat membaca.

Aku adalah seorang eksekutif muda yang baru diangkat menjadi manajer di sebuah perusahaan swasta di Surabaya. Sebut saja namaku Aldi, tinggi 175 cm kata orang aku mirip pemain bulu tangkis Ricky S. Kisah ini terjadi hampir setahun yang lalu. Umurku saat itu 30 tahun. Aku sudah beristri dan beranak 2, berumur 3 tahun dan yang bungsu baru 1 bulan. Isteri dan anakku masih tinggal di Malang karena saat melahirkan anak kedua tinggal di rumah orang tuanya dan belum pulang ke Surabaya.

Kisah ini terjadi saat pulang dari kerja lembur sekitar pukul 11:00 malam. Dengan mobil Baleno kesayanganku, aku menyusuri Jalan di kawasan perumahan elit yang mulai sepi karena kebetulan hujan gerimis. Ditengah perjalanan aku melihat perempuan setengah baya berdiri di bawah pohon di pinggir jalan. Aku merasa kasihan lalu aku menghentikan mobil dan menghampirinya.

Aku bertanya, “Ibu sedang menunggu apa?”
Dia memandangku agak curiga tapi kemudian tersenyum. Dalam hati aku memuji, Manis juga ibu ini walaupun umurnya kelihatannya di atasku sekitar 34 -36 tahun kalau digambarkan seperti artis Misye Arsita dan saat itu perutnya agak membuncit kecil kelihatan sedang hamil muda.
“Kalau ke manukan naik angkot apa ya Dik?”
“Wah jam segini sudah habis Bu angkotnya, Gimana kalo saya antar?”
Dia kelihatan gembira. “Apa tidak merepotkan?”
“Kebetulan rumah saya juga satu arah dari sini, mari naik!”

Setelah dia ikut mobilku, Ibu itu bercerita bahwa dia berasal dari Jawa Tengah, dia sedang mencari suaminya yang kebetulan baru 2 minggu kerja sebagai sopir bis jurusan Semarang-Surabaya, keperluannya ke sini hendak mengabarkan kalau anaknya yang pertama yang berumur 15 tahun kecelakaan dan dirawat di rumah sakit sehingga butuh uang untuk perawatan anaknya. Kebetulan alamat yang di tulis oleh suaminya tidak ada nomer teleponnya.

Sesampainya di alamat yang dituju kami berhenti. Setelah di depan rumah ketika akan mengetuk pintu ternyata pintunya masih digembok, lalu kami bertanya pada tetangga sebelah yang kebetulan satu profesi.
“Suami Ibu paling cepat 2 hari lagi pulangnya. Baru saja sore tadi bisnya berangkat ke Semarang. Kebetulan kami satu PO.”
Kemudian kami permisi pergi. Kelihatan di dalam mobil dia sedih sekali.
“Terus sekarang Ibu mau ke mana?” tanyaku.
“Sebenarnya saya pengin pulang tapi.. pasti saya nanti di marahi mertua saya kalau pulang dengan tangan kosong, lagian uang saya juga sudah nggak cukup untuk pulang.”
“Begini saja, Ibu kan rumahnya jauh, capek kan baru nyampek trus pulang lagi.. apalagi kelihatanya ibu sedang hamil, berapa bulan?”
“Empat bulan ini Dik, trus saya harus gimana?”
“Dalam dua hari ini Ibu tinggal saja di rumah saya, kan nggak jauh dari manukan nanti setelah dua hari ibu saya antar ke sini lagi, gimana?”
“Yah terserah adik saja yang penting saya bisa istirahat malam ini.”
“Oh ya, boleh kenalan.. nama Ibu siapa dan usianya sekarang berapa?”
“Panggil saja aku Mbak Menik, dan sekarang aku 35 tahun.”

Malam itu, dia kusuruh tidur di kamar samping yang biasanya dipakai untuk kamar tamu yang mau menginap. Rumahku terdiri dari 3 kamar, kamar depan kupakai sendiri dan isteriku, sedang yang belakang untuk anakku yang pertama. Malam itu aku tidur nyenyak sekali, kebetulan malam sabtu dan di kantorku hanya berlaku 5 hari kerja jadi sabtu dan minggu aku libur. Sebenarnya aku ingin pergi ke Malang tapi karena ada tamu, kutangguhkan kepergianku minggu depan.

Sekitar jam 8 pagi aku bangun, kulihat sudah ada kopi yang sudah agak dingin di meja makan serta beberapa kue di piring. Mungkinkah ibu itu yang menyajikan semua ini. Lalu setelah kuteguk kopi itu aku bergegas ke kamar mandi untuk cuci muka dan kencing. Karena agak ngantuk aku kurang mengawasi apa yang terjadi, saat aku selesai kencing aku tidak sadar kalau di bathup Mbak Menik sedang telanjang dan berendam di dalamnya. Matanya melotot melihat kemaluanku yang menjulur bebas, ketika aku membalik ke samping aku kaget dan sempat tertegun melihat tubuh telanjang Mbak Menik, tubuh yang kuning langsat dan mulus itu terlihat mengkilat karena basah oleh air dan buah dadanya.. wow besar juga ternyata, 36B. Pasti empunya gila seks. Lalu mataku berpindah ke sekitar pusarnya, di atas liang senggamanya tumbuh bulu kemaluannya yang lebat. Tak sadar kemaluanku tegak berdiri dan aku lupa kalau belum mengancingkan celana, Dan Mbak Menik sempat tertegun melihat kejantananku yang lumayan besar, panjangnya 17 cm tapi kemudian.. “Aouuww, Dik itunyaa!” kata Mbak Menik sambil menutup buah dadanya dengan tangan serta mengapitkan kakinya. Aku baru sadar lalu buru-buru keluar.

Di kamar aku masih membayangkan keindahan tubuh Mbak Menik. Andai saja aku bisa menikmati tubuh itu… aku malah berpikiran ngeres karena memang sudah lama aku tidak mendapat jatah dari isteriku, ditambah lagi situasi di rumah itu hanya kami berdua. Lalu timbul niat isengku untuk mengintip lagi ke kamar mandi, ternyata dia sudah keluar lalu kucari ke kamarnya. Saat di depan pintu samar-samar aku mendengar ada suara rintihan dari dalam kamar samping, kebetulan nako jendela kamar itu terbuka lalu kusibakkan tirainya perlahan-lahan. Sungguh pemandangan yang amat syur. Kulihat Mbak Menik sedang masturbasi, kelihatan sambil berbaring di ranjang dia masih telanjang bulat, kakinya dikangkangkan lebar, tangan kirinya meremas liang kewanitaannya sambil jarinya dimasukkan ke dalam lubang senggamanya, sedang tangan kanannya meremas buah dadanya bergantian. Sesekali pantatnya diangkat tinggi sambil mulutnya mendesis seperti orang kepedasan, wajahnya kelihatan memerah dengan mata terpejam.

“Ouuuhh… Hhhmm… Ssstt…” Aku semakin penasaran ingin melihat dari dekat, lalu kubuka pintu kamarnya pelan- pelan tanpa suara aku berjingkat masuk. Aku semakin tertegun melihat pemandangan yang merangsang birahi itu. Samar-samar kudengar dia menyebut namaku, “Ouhhh Aldiii.. Sss Ahhh..” Ternyata dia sedang membayangkan bersetubuh denganku, kebetulan sekali rasanya aku sudah tidak tahan lagi ingin segera menikmati tubuhnya yang mulus walau perutnya agak membuncit, justru menambah nafsuku. Lalu pelan-pelan kulepaskan pakaianku satu-persatu hingga aku telanjang bulat. Batang kemaluanku sudah sangat tegang, kemudian tanpa suara aku menghampiri Mbak Menik, kuikuti gerakan tangannya meremasi buah dadanya. Dia tersentak kaget lalu menarik selimut dan menutupi tubuhnya.

\ “Sedang apa Anda di sini!, tolong keluar!” katanya agak gugup.
“Mbak nggak usah panik.. kita sama-sama butuh.. sama-sama kesepian, kenapa tidak kita salurkan bersama,” kataku merajuk sambil terus berusaha mendekatinya tapi dia terus menghindar.
“Ingat Dik, saya sudah bersuami dan beranak tiga,” Dia terus menghiba.
“Mbak, saya juga sudah beristri dan punya anak, tapi kalau sekarang terus terang saya sangat terpesona oleh Mbak.. Nggak ada orang lain di sini.. cuma kita berdua.. pasti nggak ada yang tahu.. Ayolah saya akan memuaskan Mbak, saya janji nggak akan menyakiti Mbak, kita lakukan atas dasar suka sama suka dan sama-sama butuh, mari Mbak!”
“Tapi saya sekarang sedang hamil, Dik.. kumohon jangan,” pintanya terus.
Aku hanya tersenyum, “Saya dengar tadi samar-samar Mbak menyebut namaku, berarti Mbak juga inginkan aku.. jujur saja.” Dan aku berhasil menyambar selimutnya, lalu dengan cepat kutarik dia dan kujatuhkan di atas ranjang dan secepat kilat kutubruk tubuhnya, dan wajahnya kuhujani ciuman tapi dia terus meronta sambil berusaha mengelak dari ciumanku. Segera tanganku beroperasi di dadanya. Buah dadanya yang lumayan besar itu jadi garapan tanganku yang mulai nakal.

“Ouughh jangaan Diik.. Kumohon lepaskaan..” rintihnya.
Tanganku yang lain menjalari daerah kewanitaannya, bulu-bulu lebatnya telah kulewati dan tanganku akhirnya sampai di liang senggamanya, terasa sudah basah. Lalu kugesek-gesek klirotisnya dan kurojok-rojok dinding kemaluannya, terasa hangat dan lembab penuh dengan cairan mani. “Uhhh… ssss..” Akhirnya dia mulai pasrah tanpa perlawanan. Nafasnya mulai tersengal-sengal. “Yaahhh… Ohhh… Jangaaann Diik, Jangan lepaskan, terusss…” Gerakan Mbak Menik semakin liar, dia mulai membalas ciumanku bibirku dan bibirnya saling berpagutan. Aku senang, kini dia mulai menikmati permainan ini. Tangannya meluncur ke bawah dan berusaha menggapai laras panjangku, kubiarkan tangannya menggenggamnya dan mengocoknya. Aku semakin beringas lalu kusedot puting susunya dan sesekali menjilati buah dadanya yang masih kencang walaupun sudah menyusui tiga anaknya. “Yahh… teruuuss, enaakkk…” katanya sambil menggelinjang.

Kemudian aku bangun, kulebarkan kakinya dan kutekuk ke atas. Aku semakin bernafsu melihat liang kewanitaannya yang merah mengkilat. Dengan rakus kujilati bibir kewanitaan Mbak Menik. “Aaahh.. Ohhh.. enaakkk Diik.. Yaakh.. teruusss..” Kemudian lidahku kujulurkan ke dalam dan kutelan habis cairan maninya. Sekitar bulu kemaluannya juga tak luput dari daerah jamahan lidahku maka kini kelihatan rapi seperti habis disisir. Klirotisnya tampak merah merekah, menambah gairahku untuk menggagahinya. “Sudaahhh Dikk.. sekarang.. ayolah sekarang.. masukkan.. aku sudah nggak tahan..” pinta Mbak Menik. Tanpa buang waktu lagi kukangkangkan kedua kakinya sehingga liang kewanitaannya kelihatan terbuka. Kemudian kuarahkan batang kejantananku ke lubang senggamanya dan agak sempit rupanya atau mungkin karena diameter kemaluanku yang terlalu lebar.

“Pelan-pelan Dik, punya kamu besar sekali.. ahhh…” Dia menjerit saat kumasukkan seluruh batang kemaluanku hingga aku merasakan mentok sampai dasar rahimnya. Lalu kutarik dan kumasukkan lagi, lama-lama kupompa semakin cepat. “Oughhh.. Ahhh.. Ahhh.. Ahhh..” Mbak Menik mengerang tak beraturan, tangannya menarik kain sprei, tampaknya dia menikmati betul permainanku. Bibirnya tampak meracau dan merintih, aku semakin bernafsu, dimataku dia saat itu adalah wanita yang haus dan minta dipuaskan, tanpa berpikir aku sedang meniduri istri orang apalagi dia sedang hamil.

“Ouuhh Diik.. Mbak mau kelu.. aaahhh…” Dia menjerit sambil tangannya mendekap erat punggungku. Kurasakan, “Seerrr… serrr..” ada cairan hangat yang membasahi kejantananku yang sedang tertanam di dalam kemaluannya. Dia mengalami orgasme yang pertama. Aku kemudian menarik lepas batang kejantananku dari kemaluannya. Aku belum mendapat orgasme. Kemudian aku memintanya untuk doggy style. Dia kemudian menungging, kakinya dilebarkan. Perlahan-lahan kumasukkan lagi batang kebanggaanku dan, “Sleeep..” batang itu mulai masuk hingga seluruhnya amblas lalu kugenjot maju mundur. Mbak Menik menggoyangkan pinggulnya mengimbangi gerakan batang kejantananku. “Gimaa.. Mbaak, enak kan?” kataku sambil mempercepat gerakanku. “Yahhh.. ennakk.. Dik punyaa kamu enak banget.. Aahhh.. Aaah.. Uuuhh.. Aaahh.. ehhh..” Dia semakin bergoyang liar seperti orang kesurupan. Tanganku menggapai buah dadanya yang menggantung indah dan bergoyang bersamaan dengan perutnya yang membuncit. Buah dada itu kuremas-remas serta kupilin putingnya. Akhirnya Aku merasa sampai ke klimaks, dan ternyata dia juga mendapatkan orgasme lagi. “Creeett.. croottt.. serrr..” spermaku menyemprot di dalam rahimnya bersamaan dengan maninya yang keluar lagi.

Kemudian kami ambruk bersamaan di ranjang. Aku berbaring, di sebelah kulihat Mbak Menik dengan wajah penuh keringat tersenyum puas kepadaku.
“Terima kasih Dik, saya sangat puas dengan permainanmu,” katanya.
“Mbak, setelah istirahat bolehkah saya minta lagi?” tanyaku.
“Sebenarnya saya juga masih pengin, tapi kita sarapan dulu kemudian kita lanjutkan lagi.”

Akhirnya selama 2 hari sabtu dan minggu aku tidak keluar rumah, menikmati tubuh montok Mbak Menik yang sedang hamil 4 bulan. Berbagai gaya kupraktekkan dengannya dan kulakukan di kamar mandi, di dapur dan di meja makan bahkan sempat di halaman belakang karena rumahku dikelilingi tembok. Di tanah kubentangkan tikar dan kugumuli dia sepuasnya. Pada istriku kutelepon kalau aku ada tugas luar kota selama 2 hari, pulangnya hari Senin. Mbak Menik bilang selama 2 hari itu dia betul-betul merasakan seks yang sesungguhnya tidak seperti saat dia bersetubuh dengan suaminya yang asal tubruk lalu KO. Dan Dia berjanji kalau sedang mengunjungi suaminya, dia akan menyempatkan meneleponku untuk minta jatah dariku.

Minggu malam kuantarkan dia ke kost suaminya tapi hanya sampai ujung gang dan tidak lupa kuberi dia uang sebesar Rp 500.000,- sebagai bantuanku pada anaknya yang sedang di rumah sakit. Setelah istriku balik ke rumah, dia menghubungiku lewat telepon di kantor dan ketemu di terminal. Kami melakukan persetubuhan disalah satu hotel murah di Surabaya atau kadang di Pantai Kenjeran kalau malam hari. Hingga kehamilannya menginjak usia 7 bulan kami berhenti, hingga sekarang dia belum memberi kabar, kalau dihitung anaknya sudah lahir dan berusia 6 bulan.

Sekian cerita dewasa kali ini, semoga menjadikan pelajaran buat anda, bagi anda yang belum dewasa sangat tidak dianjurkan untuk mengunjungi situs kami, dan segera keluar dari website kami. terimakasih atas perhatian anda