Selasa, 07 September 2010

Karyawanku, Gigoloku

Wanita normal mana pun di dunia pasti tidak akan terima bila mengetahui suaminya berselingkuh. Demikian juga aku. Setelah mengetahui, suamiku yang pejabat di salah satu instansi pemerintah itu ‘tidur’ dengan sekrertaris pribadinya, sudah tak ada minat lagi bagiku untuk mencari pasangan lain. Kerjaku kini hanyalah mencari kesenangan dengan cara yang sangat tidak masuk akal. Siapa pun karyawanku yang kuanggap kompeten, aku akan membawanya ke atas ranjang.

Tak perlulah kuceritakan bagaimana latar belakangku. Namun perlu diketahui, aku adalah janda muda kaya raya yang memiliki harta warisan keluarga yang berlimpah. Belum lagi, perusahaan alat berat yang kini aku kelola adalah peninggalan suamiku setelah dia menikah lagi dengan sekretaris pribadinya. Yang paling penting kini hanyalah, aku ingin bercerita tentang sepak terjangku sebagai seorang penikmat pria-pria muda yang ‘nota bene’ adalah karyawanku sendiri. Bila ada yang ingin mencerca, mungkin aku memang pantas menerimanya.
Dari lima karyawan pria yang pernah mampir di atas tubuh mulusku, salah satunya adalah Yonda. Pria ini sebenarnya sudah termasuk pria dewasa, yakni berusia 27 tahun. Akan tetapi, karena aku sudah berusia 36 tahun, aku tetap menganggapnya sebagai gigolo yang memang pantas dan pandai memuaskan tubuh mudaku di atas ranjang. Terlebih, dia begitu materialistis dan selalu menuntut lebih, walau Baleno mulus sudah ada di genggamannya.
Yonda sebenarnya tidak terlalu tampan. Karena walau tubuhnya atletis dengan tinggi dan berat badan seimbang, wajahnya biasa saja. Bahkan kalau diberi nilai, Yonda hanya mendapat nilai enam, dibanding pria-pria muda lain yang pernah kutelanjangi. Namun, pelayanannya dan jilatan-jilatan liarnya di sekujur tubuhku bagai magnet yang tak mampu kulepaskan. Sayangnya, walau dia mengemis ingin kunikahi, hatiku tetap tak bergeming. Aku hanya membutuhkan layanan liarnya.
Satu pengalaman bercinta yang tak pernah bisa kulupa dengan Yonda adalah ketika dia tiba-tiba masuk ke ruang kerjaku ketika karyawanku yang lain sibuk bekerja. Seingatku, saat itu pukul 14.30 Wib, usai makan siang. “Aku ingin bercinta,” bisiknya di telingaku setelah sebelumnya mengunci pintu kamar kerjaku. Mendengar apa yang dia katakan, tentu saja aku agak marah. Akan tetapi, seperti tak peduli dengan kemarahanku, dia lantas membalikan kursi kerjaku hingga menghadap padanya.
Serta merta dia menyambar bibirku dan melumatnya dengan penuh nafsu. Aku yang tadinya ingin mendorong tubuhnya, jadi lemas tak berdaya. Di antara nafasku yang megap-megap, tangan Yonda bergerilya bagai cacing kepanasan. Dengan terampil dia melepaskan blouse-ku dan mulai menyambar ke segala arah. Sampai akhirnya dia menemukan bukit kembarku yang masih kenyal. “Yonda sayang,” aku berbisik karena mulai dipermainkan birahi.
Yonda mendesah sambil terus melucuti seluruh pakaianku hingga yang tersisa hanya pakaian dalam. Perlu diketahui, aku memang gemar memakai G-string karena lebih nyaman dan tidak meninggalkan bekas di balik rok ketatku. “Aku sudah bilang berkali-kali, menikahlah denganku. Tapi kau tidak mau peduli. Kau hanya sibuk memikirkan uang dan uang,” cerca Yonda di balik kesibukannya mempermainkan birahiku yang mulai memuncak.
Selanjutnya mungkin aku tidak perlu bercerita. Karena setelah Yonda mulai tidak tahan, dia tanpa sungkan menyingkirkan semua berkas yang ada di mejaku dan menidurkan tubuh telanjangku di atas meja. Di antara sejuknya udara pendingin ruangan, kembali, untuk kesekian kalinya aku merasakan kenikmatan bercinta dengan Yonda. Aku mengatakan bercinta, karena aku melakukannya dengan sukarela dan atas dasar sayang.
Ya, aku memang mulai menyayangi Yonda. Tidak seperti karyawan pria lain yang pernah menjamah tubuhku, Yonda begitu piawai membawaku ke awang-awang. Dia seperti mengerti, sudah kunikmatikah bagian tubuhnya yang masuk ke dalam tubuhku, atau sudah sampai di puncakkah perjuangan birahi kami, atau akau memang belum mendapatkannya. Yonda sangat mengerti itu semua.
Aku kecanduan Yonda. Aku sangat menggemari apa saja yang dia lakukan dengan tubuhku. Namun, sampai sekarang aku tidak pernah memiliki keinginan untuk menjadikannya suamiku. Perbedaan usia kami demikian besar. Aku tidak ingin dianggap sebagai pelahap daun muda. Biarlah apa yang kurasakan kini, kunikmati dengan cara kusendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar